foto: nusiva.satuw.com.
Merantau adalah sebuah proses dan pilihan hidup banyak orang. Kehidupan di perantauan seringkali membuat seseorang ingat akan kampung halamannya. Ada saat-saat di mana ia duduk sendiri di pojokan, di kamar sambil merindukan sanak saudaranya terlebih ibu bapaknya. Kedatangan bulan ramadhan menjadi cermin bagi mereka untuk mereka-reka seluruh lintasan perjalannya, kerinduannya bersama ayah dan ibu menikmati makan sahur pertama dan berbuka puasa. Ramadhan sesungguhnya adalah bulan kesadaran di mana kita sadar bahwa makan sahur di perantauan itu berbeda rasanya bila tidak di kampung halaman bersama keluarga. Di sinilah ada keinginan terdalam kita untuk menjalani keceriaan di rumah dan makan sahur pertama yang sungguh menyenangkan seperti dahulu kala. Pastilah para perantau ingin mencicipi masakan ibunya, menikmati indahnya membunyikan piring dan gelas dengan adik-kakak serta ingin merasakan takjil buatan ibu.
Bagi para perantau seperti mahasiswa dan pekerja pasti sering merasakan saat-saat rindu ingin pulang ke kampung halaman. Tentu saja semarak bulan puasa berbeda dengan di kota/perantauan yang kita tak punya siapa-siapa. Sedangkan bila di kampung halaman kita akan rayakan dengan semarak seperti sibuk membangunkan tetangga saat subuh, berlomba-lomba ke masjid, pergi manjat kelapa untuk membuat makanan takjil, bermain domino sekampung sambil menunggu buka puasa (ngabuburit) dan banyak lagi.
Bersyukurlah bagi mereka yang masih memiliki ibu, bapak dan saudara bisa menelpon sambil mengucapkan marhaban ya Ramadan dan mengucapkan maaf. Tetapi alangkah sedih bagi para perantau yang tidak punya siapa-siapa lagi di kampung halaman, ibu dan bapak telah lama meninggal. Sungguh hanya air mata yang bisa menjelaskan semua kesedihan yang terbungkus rapi dengan kerinduan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan bersama keluarga. Sebagai mana diungkapkan dalam puisi berikut ini.
Ada sepiku
Aku menangis
Rindu
Semua datang tiba-tiba mengundangku melihat kampung halaman dahulu
Penuh ceria dan tawa
Aku lihat bahagia itu di mata ibu dan bapak
Ramadhan yang mengajarkanku iman dan ketulusan
Tapi kini aku sendiri
Membayangkan jarak, ibu, masa, dan kenangan.
Aku menangis
Rindu
Semua datang tiba-tiba mengundangku melihat kampung halaman dahulu
Penuh ceria dan tawa
Aku lihat bahagia itu di mata ibu dan bapak
Ramadhan yang mengajarkanku iman dan ketulusan
Tapi kini aku sendiri
Membayangkan jarak, ibu, masa, dan kenangan.
Sahabatku yang budiman, bersyukulah bagi kalian yang puasa bersama orang tua lengkap di kampung halaman, gunakanlah momen itu dengan baik. Sementara kami yang di rantauan iri sekali ingin seperti kalian. Karena ketika kalian tidak pergunakan momen itu dengan baik, suatu saat kalian juga akan merasakan sebuah kerinduan yang bergelimang penyesalan. Ramadhan adalah tempat di mana kita sama-sama menuju Allah swt, beriman dan bertakwa. Jangan lupa kita untuk selalu berbuat baik di bulan ini baik itu saat di kampung maupun saat di perantauan agar Allah swt senantiasa meridhoi dan memberikan rahmah serta ampunannnya. Amiin.
Post a Comment for "Perantau Yang Rindu Makan Sahur dan Berbuka Puasa Di Kampung Halaman"